Selasa, 15 Januari 2008

AKHLAK, RAQIQ DAN ADAB

Judul : Jadilah Pemaaf

Khatib : Apendi Mansur
------------------------------------------------------------------------------------------------

Khutbah pertama:

Hadirin sidang jumah rh.
Pada kesempatan yang berharga ini, khatib akan menyampaikan mauizhah hasanah dengan judul “Jadilah Pemaaf”.

Hamba-hamba Allah yang berbahagia.
Pada suatu hari Siti ’Aisyah ra. ditanya tentang gambaran akhlak Nabi SAW, Siti ’Aisyah menjawab:

عَنْ قَتَادَة سُئِلَتْ عَائِشَة عَنْ خُلُق رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ : كَانَ خُلُقه الْقُرْآن

”Akhlak Nabi Muhammad adalah Alquran” .
Kalimat yang diungkapkan oleh Siti ’Aisyah ini, dalam ilmu balaghah disebut majaz mursal wa’alaqatuhu alkuliyyah, maknanya menyebut keseluruhan tapi yang dimaksudkannya adalah sebagian. Sebab sudah maklum bahwa tidak semua ayat dalam Alquran berbicara tentang akhlak, sebagian ayat Alquran berbicara tentang aqidah, ibadah, hukum-hukum, sejarah dan alam raya.

Hadirin sidang jumah rh.
Pada kesempatan yang berbahagia ini saya akan mencoba mengangkat sebuah ayat yang bercerita tentang akhlak Rasulullah SAW. yang terdapat dalam surat Al-a’raf ayat 199, yang berbunyi:


خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Artinya: Jadilah pemaaf, perintahkanlah mereka berbuat baik dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.

Hadirin sekalian yang berbahagia.
Ada tiga poin perintah Allah 'Azza wa Jalla kepada Nabi SAW, yaitu:

Pertama: خُذِ الْعَفْوَ , Wahai Muhammad jadilah engkau pemaaf.

Nabi Muhammad diperintahkan oleh Allah untuk memiliki sifat pemaaf. Dalam sirah nabawiyah, kita banyak menemukan potret-potret yang menggambarkan sifat maaf dari Rasulullah, seperti sikap beliau kepada penduduk Thaif yang letika beliau berdakwah, mereka malah menyambutnya dengan menyambitnya, bagaimana sikap Nabi kepada Suraqah yang mengejarnya untuk menangkap Nabi, hidup atau mati, bagaimana sikap Nabi kepada Safwan yang masuk ke Masjid Nabawi dengan membawa pisau beracun untuk membunuh Beliau, bagaimana sikap Nabi kepada penduduknya saat penaklukkan Kota Makkah, mereka yang bertahun-tahun menebar teror, memusuhi, memblokade beliau dan orang-orang yang beriman, pada hari itu, penduduk Makkah oleh Nabi kita dimaafkan.

Sifat pemaaf merupakan akhlak yang dibutuhkan setiap manusia untuk bekal mengarungi kehidupan ini. Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, manusia yang tidak pernah berbuat salah pastikan bahwa ia tidak pernah berbuat apa-apa (diulang), maka apabila ada orang yang melakukan kesalahan kepada kita, hendaklah kita memaafkannya. Orang yang pemaaf, hidupnya seolah-olah berada di taman bunga; ke depan ia melihat mawar, ke belakang melihat melati, ke kanan melihat angrek, ke kiri melihat lili. Sebaliknya orang yang pendendam, senang mengungkit kesalahan orang lain, hidupnya laksana di neraka; ke depan melihat ular, ke belakang melihat buaya, ke kanan melihat macan, ke kiri melihat srigala. Jalan yang luas – karena berpapasan dengan orang yang ia dendam – berubah menjadi sempit. Cerita humor – karena ada orang yang ia benci datang – menjadi horor. Rasa laparpun berubah menjadi mual.

Hadirin sidang jumah rh.

Sungguh, pada hakikatnya setiap manusia diciptakan oleh Allah bernilai positif. Kitalah yang terkadang menilai orang dengan penilaian yang negatif. Jangan berperan seperti srigala yang berusaha meraih buah anggur yang tinggi, srigala itu tidak sanggup meraihnya lalu berteriak-teriak bahwa buah anggur itu pahit. Jangan berperan seperti lalat yang mencoba hinggap pada buah nangka, tapi karena tidak hati-hati, ia hinggap di bagian yang ada getahnya, lalu lalat itu berusaha dengan sekuat tenaga untuk meloloskan diri, setelah itu ia bercerita kepada temannya bahwa buah nangka itu berbahaya. lalu apakah ada di dunia ini benda yang tidak berbahaya? Sampai-sampai menggunakan korek kuping, kalau lewat satu inci saja sangat berbahaya, apalagi manusia. dalamnya laut bisa diduga, dalamnya hati siapa tahu.

Hadirin sekalian rh.
Jadilah pemaaf, andai saja ruhani seorang muslim itu sebuah lukisan, maka maaf merupakan warna dasar diantara warna dasar lainnya. Karena maaf merupakan sifat orang mu’min, sifat para Nabi dan Rasul, sifat Nabi Muhammad, dan bahkan merupakan salah satu nama dari Allah SWT, ( Al’-Afuwwu, Ar-Ra1uf, Al-Malik, Dzul jalali walikram).

Hadirin sidang jum’ah rh.
Poin yang kedua pada ayat ini adalah : وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ , Muhammad, suruhlah mereka berbuat yang ma’ruf. Setelah Nabi diperintah oleh Allah SWT untuk memaafkan orang lain, Nabi diperintahkan untuk memberikan petunjuk apa yang sebaiknya di lakukan. Bukan diperintah untuk marah, dendam, lalu menceritakan kesalahan seseorang kepada orang lain. Jadi poin yang kedua adalah memberi petunjuk kepada yang baik atau lebih baik.

Mas, saya sudah memafkan seseorang, dan sudah memberi tahu kalau hal tersebut kurang baik, tetapi orang itu malah bersikap kasar dan menolok-olok, apa yang harus saya lakukan?
Jawabannya ada pada poin yang ketiga, yaitu:

وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ, Muhammad, berpalinglah engkau dari orang-orang yang bodoh. A’radha di dalam tafsir Ibnu Katsir bermakna la fimuqabalatihim yang artinya tidak berada pada posisi yang berhadap-hadapan sebab akan berbenturan, atau berada pada posisi yang searah sebab akan terbawa arus, sedangkan aljahilin arti harfiyahnya adalah orang-orang yang bodoh, sedangkan maksudnya adalah orang-orang yang kasar. Ada pertanyaan, kenapa aljahilin diartikan dengan orang-orang yang kasar, Imamul mufassirin Ibnu Abbas ra. Dalam tafsirnya menulis: aljahilin ai ’an abi jahlin waashhabihi, liannahum yastahziunalhaq, makna aljahilin adalah dari Abu Jahal dan kroninya, karena mereka suka memperolok kebenaran.

لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَة : { خُذْ الْعَفْو وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِض عَنْ الْجَاهِلِينَ }
قَالَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " يَا جِبْرِيل مَا هَذَا " ؟
قَالَ : مَا أَدْرِي حَتَّى أَسْأَل الْعَالِم . قَالَ : ثُمَّ قَالَ جِبْرِيل :
يَا مُحَمَّد إِنَّ اللَّه يَأْمُرك أَنْ تَصِل مَنْ قَطَعَك , وَتُعْطِيَ مَنْ حَرَمَك , وَتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَك .

Ketika ayat ini diturunkan, Rasulullah SAW bertanya: "Apakah maksud dari ayat ini, ya Jibril?
Jibril menjawab: "Aku tidak tahu, hingga aku bertanya kepada yang Maha tahu. Kemudian Jibril berkata: "Ya Muhammad, sesungguhnya Allah menyuruhmu untuk menyambungkan tali silaturrahim kepada orang yang memutuskannya dengan mu, memberi kepada orang yang menolakmu, dan memaafkan orang yang berbuat aniaya kepadamu."

Hadirin sidang jumah rh.
Demikianlah apa yang dapat khatib sampaikan, semoga dengan ayat ini kita tidak bersikap taken for granted (hanya diterima selaku kebenaran), atau tidak seperti air hujan yang menyiram padang pasir, sebelum disiram pasir kering, ketika hujan pasir basah dan selesai hujan pasir kering kembali. Sebelum khutbah kita dendam, ketika khutbah ini jadi pemaaf, dan seleasi khutbah, jadi pendendam lagi.

Barakallahu li walakum, fastagfiruh innahu hual ghafururrahim.

Tidak ada komentar: